Siapa di mana?

Permainan makna sering memabokkan, seperti meminum air laut!
Seluruh akal terbelenggu tali halus bernama naif, lalu otak otomatis memberi ruang khusus yang dihias dengan aroma "katanya" yang membutakan nurani.

Batasan-batasan kelabu sering membelenggu logika, tanpa nalar berani mengambil kesimpulan. Kemudian menjadi permainan faham adalah warna sehari-hari,  sampai kapan bisa bertahan?
Pejamkan mata jika lelah, letakan beban jika penat, tak usah memaksa keluar dari kubangan bodoh jika belum siap, karena hanya dengan jalan "mengerti"  saja belum cukup untuk membuat status "expert".

Jika telapak kaki belum terluka oleh ragam kerikil dan bebatuan, maka filter-lah semua masukan yang dibawa angin itu. Jangan ditelan mentah-mentah, atau kelak hanya akan terjebak menjadi boneka. Kembangkan layar kebijaksanaan, tanyakan segala sesuatu ke sang pembelajar sejati. 
Percayalah dia tidak berada dimana-mana, jangan mencoba mencari atau akan tersesat di kejamnya belantara makna. Yang fatamorgana bukan sejati dan yang sejati bukan fatamorgana.

Menggambar hidup di selembar kertas dunia tanpa laku sungguh adalah sebuah kepicikan. Melihat pasal dan kalimat jangan hanya dari sudut di mana engkau duduk, lihatlah dari sudut ketika engkau tiada. Percayalah jika ditelan mentah-mentah, maka cara itu bukanlah yang terbaik karena lambat laun akan memaksakan dogma tentang arah, ukuran, bentuk, jarak dan waktu.

Jika semua sudah meracuni, bagaimana bisa mencerna sesuatu yang lebih dekat dari urat leher? Bagaimana menginterpretasikan penyatuan sesuatu yang saling bertentangan? Logika akan mandul, karena hal itu memang bukan konsumsi logis bagi logika yang core-nya tak lebih hanya sekepalan tangan atau lebih sedikit itu. Jika sudah terjadi maka jangan heran jika di dunia ini lebih banyak yang mati terjebak dari pada melesat kembali.

**Postingan asal tulis demi tanggung jawab memilikki blog saja... hehehe jangan di pikir berat, ntar pusing. Yang nulis aja juga pusing, apalagi yang baca..hahaha. Salam Blogger..!!