
Lir ilir, lir ilir, ada yang berdenyut-denyut nglilir menjadi setitik zygot, setelah peniupan kemudian mengalun pasrah atas nama sang pengutus, mengapung pasrah di lautan berkah. Hingga pada saatnya nglilir tumbuh menggelinjang kontraktif, menendang-meninju dinding pembatas alam eksisten. Genit tanpa tingkah, menggelitik merayu tanpa kata... nuansa yang membuat bahagia dan tergopoh-gopoh. Diamnya kadang begitu yakin, seperti paham kehadirannya diharap-harap dan akan turut menjadi saksi. Seakan tahu pasti kemana, untuk apa, karena apa, dengan siapa dia akan melintas alam. Sangkala pun melengking panjang ... Bersiaplah jadi utusan bagi umatmu, pangon tumrap kawulo.
Lir-ilir .. bangunlah dari persemaianmu. Ajaklah serta karib-karibmu untuk berkemas... Kenalilah mereka baik-baik.... karena peristiwa itu hanya akan menjadi sebingkai cermin kusam berlepotan noktah, yang menjadi konsumsi orang-orang gila di sudut ruang kecil…. Ya hanya si gila yang mau bercermin pada peristiwa sebelum kiamat itu.
Tangismu merobek dataran tandus di dada kedua orang tua genetikmu... hujan tangis bahagia mengalahkan rasa sayatan dan peluh derita itu!
Suka tidak suka ... telah tiba saatmu terlepas dari cangkang garba.
Menepilah..! Menapaklah di dataran sebab akibat, Lautan Rahmat ‘kakang tanpa rasa’ itu telah tercerai berai mangejawantah di bawah alam sadarmu dan takzim meniup saksophone suar, mengisi interval-interval kosong hidupmu ..
Kunyahlah dengan geraham dan mulut ragamu segala tetek bengek kebutuhanmu. Lumbung logistikmu tak lagi mengucur langsung ke penjuru syaraf dan nadimu, physically cut off !! Sementara sang pembawa hidup seketika independent menelusur seluruh lorong nadi seperti derap pasukan merah... bersambut gayung dengan setiap tarikan dan hembusan nafas.
Sedangkan krenteging nyat telah bypass antaramu dengan Nya... bukan lagi wujud nyidam, segera berubah menjadi rengekan dan saatnya kelak harus kau panjat sendiri. Belajarlah berjalan di atas hamparan tanah ibumu, belajarlah berucap di ruang udara bapakmu, saksikanlah dengan ainul yaqin bahwa wilayahmu kelak bukan hanya basic instinct, karena ada cipta, ada rasa, ada budi dan ada karsa. Di hentakkan jantungmu menyatu nafs, berupa sekumpulan kawulo yang selayaknya kau terima sebagai wadyabala carakaning pangeran. Tumbuhlah akal hidup dan biarkan akarmu mulai menukik memproklamirkan diri di permukaan ibu bumi “Tandure wus sumilir” Si jabang premordial telah tumbuh menghijau dan menghuni bapa ruang, mengaru-biru berebut kesempatan tumbuh menjadi sebuah pribadi yang ijo royo-royo.
Tak ijo royo royo, berdirilah di puncak kulminasi usiamu....
Gemilang pancaroba ini, gembalakanlah wadyabalamu di pematang kaidah, jangan biarkan menyeberangi parit kebijaksanaan. Ngono yo ngono ning ojo ngono, segala sesuatu ada takaran dan trapnya, jangan biarkan mereka liar merusak tandur yang ijo royo-royo itu. Siangi dengan kidung ilahiah yang dititipkan di dahan dan ranting pohon belimbing yang tumbuh di depan surau itu. Jangan ciptakan pertikaian karena ijab qobul penyatuan telah jatuh syah saat terjadinya tiupan pengutusan. Tak sengguh temanten anyar ketika mereka balance satu sama lain kaya mimi lan mintuna, padahal lama sejak pertemuan dan penyatuan itu sang mempelai pria-lahir dan wanita-bathin telah duduk di pelaminannya, bahkan sebelum kiamat itu. Rias saja ke empat pagar ayu domasnya secantik mungkin. Aluamah yang berpakaian hitam, amarah yang berpakaian merah, supiah yang berpakaian kuning dan mutmainah yang berpakaian putih.
Cah angon, cah angon, bimbinglah mereka untuk tunduk kepada kedua mempelai, dan jika ulah mereka mengotori dodot ageman sang pengantin segera penekna blimbing kuwi untuk mencucinya. Lunyu lunyu penekna, seberat apapun panjatlah kanggo basuh dodot ira agar tetap cemerlang. Dodot ira, dodot ira, kumitir bedah ing pinggir compang-camping di syak keragu-raguanmu. Agemanmu adalah pelindung, bekal, catatan bhaktimu, maka Dondomana, jlumatana, kanggo seba pada pasowanan agung mengko sore.
Mumpung padhang rembulane, selagi masih kau genggam potensi olah cipta, rahsa, budi dan karsa di pusat kemanusiaanmu. Mumpung jembar kalangane selagi masih terbentang ruang kesempatan.. Jangan terbuai oleh pesona dunia dan segala kemilau semunya.
Ya suraka, surak hiya ...!! Serulah nama tuhanmu, serulah hingga ke ruang-ruang sempit di lipatan-lipatan nuranimu. Read More..