06 November 2009

Pagar Makan Tanaman


Becik ketitik ala ketara, sing salah seleh… sebuah ungkapan masyarakat Jawa ketika terjebak dalam upaya penyelesaian konflik yang ruwet dan tidak menentu. Sebuah konsep kepasrahan yang percaya bahwa hakim alam pasti akan tampil menyaru peradilan manusia dan memaksa siapapun yang salah untuk seleh .. menyerah pada kebenaran.

Silahkan sembunyi di balik tebalnya tembok arogansi, silahkan putar balik hukum semaunya… Silahkan beranggapan uniform kekuasaan itu tak terbendung oleh apapun…. Hakim alam Yang Maha Kalem sedang mengadakan gelar perkara dengan caranya sendiri… Ndak peduli dengan ketidak sabaran manusia, yang selalu menyangka aman karena akan hidup seribu tahun lagi… Padahal salah besar!!! Sejatinya kehidupan ini tak berbilang tuan-tuan yang terhormat, kekal… bukan hanya dalam kurun waktu ribuan tahun saja. Lalu selebihnya panggung seperti apakah..? Adalah panggung yang warnanya lugas ditentukan oleh warna kinimu…..!

Sekumpulan reptile yang berebut bangkai ternyata lebih jujur, dan alami mengalir di ketiak naluriah… Seliar-liarnya mereka, satwa-satwa reptile itu tidak akan pernah menjadi Pagar Makan TanamanSing salah bakal seleh… biarkan hukum manusia dipermak dan direkayasa menjadi hukum kompromi yang ngambang dan bisa dibikin memantul elastic dan dipaksa menjadi kerdil untuk dijungkir-balikkan kesana-kemari… Jika hukum buatan manusia sudah compang camping justru oleh sekelompok oknum-oknum yang mestinya bermandat sebagai penegak hukum, maka mari kita tunggu saja hukum alam, karena itu adalah sebuah keniscayaan! Kita ini memang angkuh -- tidak pernah mau berkaca dan belajar dari rangkaian tragedi dan bencana yang baru saja terjadi… ya baru saja terjadi…!! Bahkan dampaknya pun belum lagi beres penanganannya.

Coreng moreng sudah wajah negri kami, luluh lantak kebanggaan itu.. ketika pagar telah rakus dan serakah memakan tanamannya sendiri, betapa nanar tatapan kami, tidak tahu lagi mau mempercayakan kepada siapa lagi hegemoni hukum… dan mahkota keadilan ini. Hukum kami ternyata menjadi taruhan dalam permainan kepentingan pribadi sekelompok juru pagar, mahkotanya suram belepotan noda dan nista. Tak lagi garang dan berwibawa, karena sudah terbalut oleh lembaran-lembaran rupiah yang membutakan. Kata “Mengadili” ternyata tidak pernah memberi atau bahkan menawarkan rasa dan harkat keadilan sama sekali. Neracanya telah oleng kesana kemari dipaksa oleh rekayasa yang menistakan.
Beramai-ramailah membela diri… rapat-rapatlah menyimpan bangkai…..!! Kami yang bodoh dan kecil ini hanya percaya “Ada asap pasti ada api”.

Kami benar-benar kebingungan, masih adakah yang bisa dipercaya? Yang ada hanya topeng-topeng misterius yang tampaknya suci dan jumawa menutupi mata-mata liar yang jelalatan dan rakus. Tikus-tikus rakus itu ternyata paham betul dengan mental-mental di balik topeng-topeng itu, demi untung besar segala cara dilakukan untuk membobol pematang naluri mereka dan sedapat mungkin bisa menganyam rangkaian perkronian dengan mereka. Maka ketahuilah! Yang kalian incar dan jarah itu adalah keringat rakyat negeri ini, bukan harta karun yang nongol begitu saja dari perut bumi.

Selayaknya matahari telah sejengkal di atas kepala… komodo, buaya, biawak, kadal, tokek, iguana, cicak.. saling terkam …. Tanah kami sudah seperti sarang reptile yang liar berebut bangkai, saling mencakar kedok masing-masing… ha..ha..ha.. ternyata kalian sama saja dan lucu-lucu! Mana yang benar dan mana yang salah ,… absurd..!!

Sementara di seberang panggung sana media massa bersorak membidikkan kamera, lalu menggelinjang masyuk dalam lenguhan uphoria yang ejakulasinya … oplah dan rating! Tariannya semakin beringas mengipas-kipas… Betapa mentereng dan jumawanya kekuatan media massa… Bahkan mampu membuat seakan forum peradilan telah pindah tempat, walaupun kenyataan yang ada kadang hanya tidak lebih dari hasutan agar perseteruan semakin gayeng…. Eksploitasi demoralitas yang sangat memuakkan. Rakyatpun akhirnya semakin mual-mual dengan drama yang memalukan itu… Rakyat bingung dan resah ….. Seperti itukah profil pagar-pagar tanaman negeri kami? Lalu dimana gelegar wibawa Sang Bathara Guru yang bisa membuat tikus-tikus itu tunggang langgang karena ciut nyali, dan para penjaga pagar jera mempermainkan tanamannya sendiri? Lalu mana pula para dewa-dewa tukang produksi fatwa-fatwa itu, apakah masih kurang kadar kebobrokan dan kemesuman ulah mereka, sehingga belum layak ditempeli fatwa haram?
Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
( miris rasanya… )


55 komentarmu:

katakataku said...

makin hari makin pusing dengan berita-berita ntu, sapa yang bener sapa yang salah masing-masing punya statment sendiri-sendiri. sistem hukum dinegeri ini emang udah akut (doh)

sibaho way said...

apakah kita percaya kalo ada monyet berkata "demi Tuhan saya manusia...."

ah, emang cerita lutung kasarung... :P

Rita Susanti said...

Sangat miris melihat kondisi negeri ini. Semakin tua umur dunia mengapa tak semakin sadar juga yah. Padahal sebegitu sering dan dekatnya teguran TUHAN kepada makhluk "bandel" yang bernama manusia. Tetapi masih saja tak mau peduli. ..

Di dunia ini memang tak ada keadilan yg sejati, tetapi tunggu lah di kehidupan setelah ini ada pengadilan yang maha BENAR dan ADIL....

endar said...

meskipun begitu kita harus tetap optimis untuk memajukan bangsa ini. kalau bukan kita siapa lagi.

senoaji said...

HIDUPLAH INDONESIA RAYA!!!

negeri ini capek dijejali doa, harus diimbangi dengan tindakkan!

Majulah negeri, sentosalah penghuninya!

KangBoed said...

Hahahaha.. Manstaaaabbb.. surantaaabbbss

KangBoed said...

Memang JAMANnya jaman EDAN.. kalau enda pager sama tanaman saling makan ya enda edan

KangBoed said...

Mangkanya hidup Eling dalam Kesadaran dan Waspada dalam setiap langkah

KangBoed said...

RAIHLAH “JATI DIRI MANUSIA”.. untuk

MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA

Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaaaank
I Love U fuuulllllllllllllllllll

KangBoed said...

segera akan masuk masa PERCEPATAN waspadalah !!!

Seno said...

Jiann, rasane aku yo bingung dewe ndelok cicak2 yang dimakan buaya. Atau buaya yang digerogoti cicak, entahlah.

PRof said...

Biarlah "mereka" berperang, rakyat bersorak aja dipinggir arrena, sopo ngerti ono duit'e sing nibo...he..he...

Anonymous said...

selamat malam bang
keadilan......dihlama banget peosesnya bang di negeriku heeh....
salam hangat selalu

andif said...

jadi teringat lagu mansyur s, pagar makan tanaman :)
salam,

genthokelir said...

yah ngono iku mas hukum kehoidupan
ngeness

khairuddin syach said...

saya juga merasa miris, kalau ternyata cicak dicaplok buaya..tapi saya akan senang bila buaya ditelan cicak.. lolz

Mengembalikan jati diri bangsa said...

Kita lihat saja kelanjutannya sob... semoga ending yang manis...

NURA said...

salam sobat
iya cocok sekali sosok profil2 itu dengan pagar makan tanaman.
masih kurang puas kali ya kebobrokannya,,?
semoga cepat sadar...akan hukum haram.

sawali tuhusetya said...

kasus bibit-candra konon baru sekadar contoh kecil buruknya penegakan hukum di negeri ini, mas xit. sungguh ironis. negara yang jelas2 tersurat dalam UU sebagai negara hukum, tapi pratiknya justru malah menjadi negara kekuasaan. lebih repot lagi, yang merusak hukum justru orang2 yang seharusnya secara sosial bisa memberikan keteladanan. gimana rakyat mau taat hukum kalau pasal uu bisa diplintir dan ditafsirkan sesuai dengan seleranya utk pembenaran2. dalam kasus bibit-candra, sesungguhnya persoalannya sudah ada titik-terang, hanya karena menyangkut citra dan gengsi institusi penegak hukum, kasus yang sudah terang kembali dibikin samar2 hingga akhirnya jadi gelap gulita. doh!

aprillins said...

selagi pada sibuk... pebisnis yang lain curi2 keuntungan nih.. heuehuehuehe..

rudis said...

negara udah mulai tua mulai cari2 benarnya masing2

Edi Psw said...

Kalau begini terus, kapan damainya?

ajengkol said...

Sedih tapi nggak bisa berbuat banyak

Laston Lumbanraja, S.Sos said...

Hai kawannnnnnn..apa kabar?????? senang kembli bisa berblog....
kunjungi balik ya....

ivan said...

salam om berkunjung balik ya

KangBoed said...

hehehehe.. mampir malam hari mas..

KangBoed said...

RAIHLAH “JATI DIRI MANUSIA”.. untuk

MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA

Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabat Sahabatku terchayaaaaaank
I Love U fullllllllllllllllllllllllllllllll

KangBoed said...

Pokoknya mampir menyapa sahabatku

meylya said...

ceritane udah kayak sinetron nih om

affanibnu said...

pagar makan tanaman..
tanaman makan apa ayo?

Love4Live said...

narasi yang indah untuk sebuah realita yang carut-marut dan compang-camping...

itempoeti said...

fenomena tidak = realita...
apa yang nampak bukan sesungguhnya yang terjadi...
jangan terkecoh...

luxsman said...

Rumput tetangga selalu lebih hijau dari rumput rumah sendiri

pakne galuh said...

kelak,kebenaran akan terungkap

aku ra iso koment akeh masalah iki,mungkin saking jengkelnya yo kang :)

olip said...

kalau hukum sudah direkayasa .. *dangdut mode on

ha haa

cah ndueso said...

tanaman makan pagar juga gak ada kan?

JR said...

wakh ada apa nih...makan memakan ya...om

Erik said...

Semoga makin terang perkara yang ada. Agar jelas, siapa dalang siapa wayangnya

Anonymous said...

semangat semangat
salam hangat selalu

itempoeti said...

wedus makan tanaman...
pagar makan tanaman...
jadi.., wedus = pagar ???

KangBoed said...

Hiduuuuuuuuuuup Weduuusssss

RAIHLAH “JATI DIRI MANUSIA.. untuk

MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA

Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaaaank
I Love U fuuulllllllllllllllllll

KangBoed said...

:lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol: :lol:

RAIHLAH “JATI DIRI MANUSIA.. untuk

MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA

Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaaaank
I Love U fuuulllllllllllllllllll

KangBoed said...

hehehehe enda bisa

Phonank said...

Biasanya negara kita dilanda cobaan yang besar dengan bencana,, namun kini dilanda bencana dengan kasus yang ada di dalam kepemerintahan,wahwah.. kalau sistem nya rusak, bakalan jadi bencana yg sulit ditanggulangi

attayaya said...

mereka perlu memperkaya keimanan
agar tidak selalu gontok-gontokan

Unknown said...

miris banget pastinya dgn fenomena peradilan kita akhir2 ini... and bikin bete krn mrk itu slalu ada di tipi... bosan n muak... mrk kan bkn artis tp kok lebih ngetop ya hahahhaha....

Seno said...

Siip, ditunggu postingan sumpaeh kang. Bolede wis tekan, kiye Muntule.

mbah cokro said...

lagi bengek.. absen aja..... good luck...

Andy MSE said...

becik ketitik... ala sing maca.... wakaka

Andy MSE said...

jujur wae, aku bingung, endi pagere endi tandurane... rak ketara...
ojo2 ora ana pagere, trus sing mangan tanduran kuwi luwak... wakaka

ciwir said...

nek tanaman makan pagar berarti kuwi nggeragas tenan (lmao)

Pakde Cholik said...

Faktanya memang ada pagar makan tanaman. Mereka yang seharusnya mengelola harta negara diam-diam, sedikit atau banyak memanfaatkannya untuk kepentingan negara.
Menggunakan kertas dan amplop milik kantor untuk kepentingan pribadi termasuk juga pagar makan tanaman lho mas,walau nggak seberapa.
Salam hangat dari Surabaya

Nikah | Rahasia | Kecil | Kebahagiaan said...

Kenapa ya indonesia banyak tikus-tikus di pemerintahan mau maju dari mana negara kita ini

mobil keluarga ideal terbaik indonesia said...

masih bnyak pagar2 lainnya yg makan tnaman...

Bejubel Market Place Terbaik Indonesia said...

Semoga generasi penerus bisa membawa negeri ini ke arah yg lebih baik.

Post a Comment

Yuk jadikan komentar sbg sarana untuk saling menyapa.