01 April 2011

RUNAWAY

Aku tidak sedang menghujat malam ketika aku termangu lama di tengah-tengah kerumunan mimpi, pun tidak juga sedang mencari-cari kesalahan sang rembulan yang mengintip dan mencuri-curi tahu warna perasaanku dari balik gerombolan awan masalah hidupku.

Aku bahkan tengah berusaha hening dari segala macam sebab akibat dan tengah kepayahan melepaskan diri sejenak dari buaian harapan dan ancaman kecewa yang malang melintang memenuhi tiap jengkal permukaan rasa yang kukecap.

Aku tidak tahu, apakah langkah-langkahku menapak ini di luar batas kewajaran, atau lariku yang terlalu kencang atau malah terlalu pelan...? Tidak pernah tersedia parameter dan tolok ukur yang jelas untuk mengukur pencapaian rasa ini. Mencari secuil makna ditumpukan lembar-lembar nasib, rasanya aku semakin terasing sendirian dalam belitan rutinitas. Ada secarik penyesalan yang tidak ada habis-habisnya walau selalu di telan oleh keheningan sejarah. Serasa onggokan waktu itu terbuang sia-sia dan tanpa makna.

Aku tak pernah sadar ketika terpenjara oleh waktu, namun aku merasa seperti dipatuk oleh gelisah ketika terpenjara oleh ruang, kemarilah sanak kadang ku yang diam seribu bahasa. Maafkan aku yang selalu lupa bahwa kalianlah yang mempersiapkan uborampe setiap perhelatan ku ... Maafkan aku, karena dalam hidup ini ternyata terlalu banyak kiasan untuk menggambarkan kalian, dan aku pernah terjebak di kubangan kiasan itu. Aaah... sungguh awut-awutan gambarmu di dalam benakku.

Jika esok matahari masih bersedia memanggang hari, maka aku berharap langkah kita telah seiring dalam keheningan. Ada mu tidak pernah terlepas dari desahan kuasanya, ijinkan aku melebur dalam alunan irama yang kau mainkan. Segala kerelaan yang ku tebar ternyata tak pernah tunai untuk melunasi kedunguanku dalam menyambut setiap kerlingan mata dan bisikkan mu. Bantulah aku menyiangi duri-duri kebodohan yang telah menjajah seluruh pemahamanku selama ini.

Hiruk pikuk kehidupan ini terasa lesap dalam hening bersamamu, melambung menembus batas kesadaran lahiriah ku, sehingga sepenuhnya aku tersadar bahwa kalian ada di sini, di dekat nyawa ku. Sejengkal dua jengkal bukanlah ukuran sepadan untuk menggambarkan keakraban kita. Binar mata bathin ini nyalang dalam pejaman mata, semilir kau tembusi setiap bagian wujudku dan aku merasakan itu. Dan sekelebatan sering kenikmati sentuhanmu, sungguh melelahkan menapakkan kaki di dua dataran yang berbeda.... Haruskah aku lari dari kenyataan? Bukankah itu egois? Jika kalian ijikan, mari menari bersama di atas hamparan permadani bumi mengikuti alunan irama langit.

Batam, April 2011

16 komentarmu:

Andy MSE said...

aku jarang komen ning kene, soale angel mudheng...
*sik tak tuku bodrex*

PRofijo said...

Buang segala bimbang! mari bergoyang diiringin dentuman sang rembulan!

Xitalho said...

@Mas Andy MSE : ojo sampeyan... aku dewe yo mumet..ndi kene njaluk bodrexe...
@Profijo : mari bergoyang..... mdrcct hahaha..

lowongan kerja di bali said...

curahan hati yang cukup puitis... :)

BrenciA KerenS said...

Nek mlayu mengko tak gudak lho ;))

bre said...

Hhnnnnnhhhhhggggg utekku bundet.

suryaden said...

jangan sampai temaram itu menjadi gelap

drupadi said...

mengiris hati...

attayaya-mading said...

jangan lari dari kenyataan!!!
face it
fight it

keep spirit

Anonymous said...

blue selalu snenag membaca sajianmu mas
salam hangat dari blue

annosmile said...

absen sekk..
suwe ra mampir :)

Njowotenan said...

opo iki?

hairstyle blogger said...

mas,,
kok puitis banget postingannya..
kok g jadi penyair aj.

Love4Live said...

crut di dada...
crut di muka...

solusinya --> kelon...

Pradisz Wardhana said...

Wah.. salam kenal yah.. :D

PELANGSING FATLOSS said...

Insomnia Malam.
Salam Malam dan Kunjungan Malam nih Gan.
Salam ngeblog dan Sukses Selalu Gan ;)
cekidot

Post a Comment

Yuk jadikan komentar sbg sarana untuk saling menyapa.