24 May 2009

Mengembalikan Jati Diri Bangsa

Mengembalikan Jati Diri Bangsa

Sebuah judul tulisan kontest SEO yang diselenggarakan oleh beritajitu.com, yang sangat bernilai mulia. Pada awalnya saya sendiri kurang tertarik untuk mengikutinya, namun saya tergelitik untuk menulis setelah kejadian pemboman Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton pada 17 Juli 2009 kemarin. Karena menurut saya Judul Kontes "Mengembalikan Jati Diri Bangsa" ini sangat relevan untuk diulas dengan kejadian tragedi anarkhis tersebut. Bahkan sepertinya pihak penyelenggara sangat tepat waktu meluncurkan kontes ini (seakan) bersamaan dengan tragedi kemanusian yang memalukan itu.
Kalau untuk urusan SEO.. ampun dah...! Saya masih cupu dan tidak menargetkan apapun, jangankan untuk menang... untuk bertengger di halaman satu rasanya musykil hehehe...
Kata "mengembalikan" jika dipasangankan dengan "Jati Diri Bangsa" maka maknanya menyentuh pemahaman yang menari di daerah red-zone kekhawatiran bersama, bahwa kita sebagai sebuah bangsa tengah kehilangan "Jati Diri".
Pertanyaannya, "Jati Diri" yang seperti apakah yang telah hilang itu? Apakah kita pernah memilikkinya..? Kita sadarkan diri dulu sebentuk kesamaan pandang tentang sosok "Jati Diri" ini. Jati diri mungkin bermakna "nilai-nilai dasar kepribadian" atau mungkin core self values yang jika disandingkan dengan kehidupan berbangsa, maka bermakna nilai-nilai dasar pribadi sebuah bangsa. Kembali ke pertanyaan di atas, bagian mana jati diri kita yang telah raib dan perlu di kembalikan itu? Jawabnya mengharuskan kita mengkorek-korek lagi tumpukan sejarah. Karena sebenarnya para pendiri bangsa ini telah meletakkan fondasi berupa Pancasila sebagai core of nation dan acuan dasar berbangsa dan bernegara. Benarkah Pancasila telah hilang? Sosok Pancasila tidak pernah hilang, namun jiwa dan nilai yang terkandung memang mulai pudar dan menguap.. Saat ini tanpa kesan sama sekali dan sedikit demi sedikit terpuruk di "gudang penyimpanan" kaidah cara berfikir anak bangsa. Tertimbun oleh barang import "ideologi-ideologi pragmatis" yang datangnya dari "negeri-negeri gemerlap" atau bahkan yang datang dari "negeri-negeri culun". Pancasila dan segala nilai universalnya nyatanya seperti tuan rumah yang tersingkir dan dipijak-ditendang oleh perseteruan ideologi antara negeri gemerlap yang bebas tak mengenal batas dengan jas munafiknya yang bernama Liberalis-Humanis dengan negeri culun yang sok suci dengan jubah munafiknya yang bernama anti modernitas.

Pancasilakah jati diri bangsa kita..?
Jika kita jawab bukan, mari kita tengok pada jaman manakah jati diri bangsa ini pernah eksis merasuk dan menaungi bangsa ini?
Silahkan pilih, pada jaman pra kolonialis, kolonialis atau kapan? Bahkan pada rentang warsa kerajaan-kerajaan pra kolonialis bertahta, pijakan cara berfikir bangsa kita justru terpuruk di ujung terendah tangga-tangga feodalisme dan menjadi keset berlaganya intrik kaum ningrat hedonis dari dalam tembok istana. Tembok istana nyatanya mampu memaksa tumbuh suburnya pilah-pilah kasta. Lalu masuk rentang warsa kolonialis yang semakin membuat buram potret “Jati Diri Bangsa" ini dan menciut-kecut di ujung pedang dan meriam kaum imperialis barat. Di penghujung kekuasaan imperialis barat, ada "saudara dari timur" yang berlagak sok “nyedulur” dan memompakan semangat nasionalis yang ternyata malah menikam. Namun pada masa-masa yang sama para pionir dan cerdik pandai bangsa ini mampu menghidupkan lima “Jati Diri Bangsa” yang menjadi ruh berdirinya sebuah Negara dan rasa kebangsaan yang baru. Sejalan dengan waktu ternyata kita sendiri saat ini mulai risih untuk membaca, apalagi menghapal... boro-boro juga mengamalkan dan menjiwai nilai-nilai luhurnya ke dalam hidup kita. Atau mungkin kita masih akan mengingkari dan menolak keberadaannya hanya karena melihat “sepenggal jati diri” bangsa lain yang belum tentu mampu menghadirkan ruh persatuan atas kesatuan bangsa ini? Jika memang jawabannya “iya” maka wajar jika kita merasa “kehilangan”. Wajar juga jati diri bangsa ini yang katanya penuh rasa “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, penuh “Musyawarah untuk mufakat” telah lesap berganti dengan jatidiri yang beringas dan lebih senang memaksakan kehendak dan seenaknya menginjak-injak rasa kemanusiaan demi sepenggal ideologi yang dianggapnya benar. Maka sikap masa bodoh yang tegaan dan merasa gagah jika mampu membom dinding rumah sendiri!! Atau bahkan sebaliknya tumbuh suburnya pola-pola pikir hedonis baru yang menggiring tingkah laku generasi muda menjadi liar dan jauh dari norma-norma sosial dan ketuhanan…. Yang lebih merasa wah dan mentereng jika disebut modern dan bertingkah seperti mereka. Lebih parah lagi fenomena rusaknya mental kaum birokrat atau pribadi-pribadi pemuka bangsa yang semakin rakus harta dan rakus kekuasaan seakan-akan jatidiri “Ketuhanan Yang maha Esa” dan “Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat” hanya pajangan belaka!

Polah tingkah bangsa ini adalah sebuah drama hidup yang mengalir di dalam kungkungan lorong budaya. Ada yang menukik menggerus simpati dan melonjak mencakar emosi!
Tatanan seperti apakah yang tengah menggeliat mencari jalan untuk lahir... masing-masing kita adalah bagian dari perubahan itu. Jika kemudian calon-calon pemegang tongkat estafet bangsa ini lebih senang berkaca pada kemilau gaya hidup bebas orang lain atau bahkan terjebak terhadap gaya hidup yang homogen dan naif yang tidak sesuai dengan peri kehidupan bangsa yang beragam ini.

Entahlah bangsa ini seperti bangsa yang bingung.... ada yang teriak ke barat .. semua ribut berebut ke barat, ada yang teriak ke timur... semua sibuk berebut ke timur. Ada yang teriak anti Neo Liberalisme ... semua sibuk anti paham itu! Ada yang teriak Anti Sosialis semua sibuk anti paham itu. Bangsa ini seperti kumpulan manusia yang sukanya menghujat... suka mencari kesalahan kesana-sini. Sejarah sudah berbicara banyak, siapapun pemimpinnya pasti jatuhnya dalam kubangan aib dan mandi hujatan. Nilai luhur yang pernah digaungkan kampium pendiri bangsa ini “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai jasa pahlawannya” seperti tinggal kenangan. Semua sibuk adu pintar menghujat sana-sini... bertingkah seolah mereka paling pintar mengatur negara, seolah mereka paling kuat imannya menghadapi godaan Harta-Tahta-Wanita. Masih ingat ketika Pancasila digalakkan untuk ditanamkan ke moral kehidupan bangsa dulu, mereka yang merasa intelek beramai-ramai menolaknya... nah sekarang setelah generasi muda mulai tidak kenal dan bahkan kerepotan untuk menyebutkan urut-urutan tiap silanya yang cuma lima gelintir itu... kemudian semua sibuk merasa kehilangan jati diri.
Yah kita sedang beramai-ramai merasa kehilangan... Lalu kita ini sebenarnya sedang kehilangan “Jati Diri” yang mana?

Mari kita mawas diri.. realitanya kita tetap butuh acuan dasar berupa Visi dan Misi dalam berbangsa dan bernegara. Mari kita menjadi bangsa yang besar dengan menghargai kembali warisan para pendiri bangsa agar “Jati Diri Bangsa” ini bukan hanya berupa uthopia tanpa bentuk. Jika kelima poin itu dirasa tidak tepat mewakili perwujudan “Jati Diri Bangsa" ini ... maka komitmen bangsa yang mana yang dapat kita sepakati menjadi Pemersatu, dan Pegangan bersama dalam menjalankan segala peri kehidupan bangsa yang tidak mengekor pola hidup liar bangsa lain? Wallahua’lam.......

22 komentarmu:

Mahendrattunggadewa said...

kang...
tanggal postingannya kok 24 May? ada apakah?

soal isi postingan, aku setuju poooollllll...

Anonymous said...

stut. sip tenan

Xitalho said...

@Mas & Mbak berdua : Suwun dah sambang heheheh... kuwi ngono critane postinganku bulan Mei yang belum sempat tak publish. Lhah koq malah denger berita JW Marroit kemaren ya udah saya lengkapin dan edit sedikit lalu judulnya saya jadiin sesuai judul kontes.. makanya keluarnya juga bulan Mei hahahaha....

omagus said...

wooo ceritane posting yang tertunda
ngono toh..!

ciwir said...

emange jati diri bangsa seperti apa yg mau dikembalikan?
emange punya jati diri kah bangsa ini?

suwung said...

semoga menang

ajengkol said...

Rada bingung juga mengejawantahkan hehehe

dede said...

Kang Lawas temen rika,...sibuk pasti ya?

dede said...

Inyong mo ikutan nimbrung kiye

Blog Sersan said...

Tapi masalahnya masih adakah figur yang seperti itu dijaman yang katanya modern

stop dreaming start action said...

keren.. mari mengembalikan sesuatu yang hanya dibuat-buat... wahaha

Seno said...

Saya membayangkan hanya satu jati diri bangsa saja kang, tidak usah semuanya. Yakni menjaga NKRI dengan tetes darah penghabisan. Dengan demikian semua yang kita lakukan adalah demi NKRI, tidak ada kepentingan pribadi, kepentingan negara lain, kepentingan politik dst.

mama hilda said...

Speechless kang..saya belum sempat baca

sawali tuhusetya said...

kajian dan analisisnya, mantab banget, mas xit, ttg jatidiri yang mana agaknya juga bukan hal yang terlalu penting utk dipersoalkan. yang pasti memang sudah ada kekhawatiran, gerusan nilai2 budaya global akan demikian mudah menyingkirkan jatidiri itu dari tubuh bangsa yang besar bernama indonesia.

galuharya said...

bojoku wes sms

sementara ninggalno jejak sik kang

sesuk balik maneh moco isine :)

galuharya said...

wes tak woco kabeh postinganmu iki kang...


memang kenyataan kondisi bangsa ini sekarang persis seperti yang sampean ulas diatas..

tinggalan para pendiri bangsa saat ini cuma sekedar sebagai penghias tembok lusuh dinding sekolah..

sudah sangat sedikit sekali saat ini orang yang berusaha mengamalkan serta menbangga-banggakannya..

maka tak aneh jika bangsa ini sekarang disebut bangsa plagiat,bangsa yang telah lupa akan jatidiri nya yang dengan susah payah dibangun oleh para pendahulu


ironis....

endar said...

iki mak bedunduk kok metu postingan bulan mei to? sik tak wocone sik

mengembalikan jati diri bangsa said...

wealah lah kok lagi ngerti ...

suryaden said...

babar blas ora keindeks ki piye ja...l

asem tenan... keke jogloabang ngawu-awu mesthi... kekekeke

Mengembalikan Jati Diri Bangsa said...

Met kontes bro !!!!

Mengembalikan Jati Diri Bangsa said...

Semoga sukses, sob.
Sampai ketemu di halaman pertama...

Blogger Indonesia Dukung Internet Aman, Sehat & Manfaat said...

wah saya komen disini aja ya..
semoga jadi diri bangsa ini kembali

Post a Comment

Yuk jadikan komentar sbg sarana untuk saling menyapa.