Moron Story

Aku yang sedang menikmati desiran harmoni tak bertuan dan terasing, membuai memaksa nalarku terpejam rapat. Tiada secercah pun sinar menjangkau hamparan-hamparan gelombang gelap-terang yang mengalun terayun-ayun. Jangan kau bangunkan aku dari mimpi ini, sepertinya aku sedang tidak siap melihat kenyataan ekstrim dunia sekitarku, biarlah kunikmati status quo ini dalam pejaman mata saja.



Kuasa-kuasa memabokkan membawa lembaran-lembaran imajiku melayang tanpa pijakan, mengambang tanpa beban menembus gulungan-gulungan awan yang semerbak. Gravitasi tak berfungsi, karena rasa ini seperti menembus segala ruang dan waktu tanpa batas. Tidak ada perjumpaan jika tidak ada perpisahan,  lambaian tanganmu terlalu sontak memaksa dan membetot suasana damai ku keras-keras dan membuat visiku terjengkang dari dunia utopia ku. Terjun bebas menghantam batuan realita.
Hemm... rusak damaiku.

Saat keinginan begitu pepat di antara kelakar dan sombongnya sebuah idealisme, tersengal-sengal aku menghirup bau-bau kemunafikan sampai-sampai nafasku tak bisa melenguh tanpa keluar dari bayang-bayangnya. Ah ... aku tak pernah siap untuk kau tinggalkan!
Tak terbayangkan...! Betapa menjemukan semua kenyataan ini, kepergianmu ternyata sangat menyesakkan dada ini dan melemparkanku ke pusaran gelisah tak berujung. Mengayun gontai langkah sendiri, meninggalkan jejak-jejak kusam di hamparan tandus tak terperikan. Samar-samar nun di khazanah realita, bagian demi bagian nuraniku tercabik dan terpuruk lebam.


Terlalu ngelangut rasa gamang ini menuntun satu-satu langkahku.
Kadang aku tak habis pikir, mengapa ada tumpukan harap di pucuk-pucuk ranting kering itu? 

Dan rasanya terlalu lebat daun-daun kemungkinan itu menghalangi sinarmu.

Gumpalan awan hitam semakin meremang mengusik daki-daki hidup, dan tanpa kau sadari, kau ada di setiap lipatan harapku.
Jahanam...!
Aku berdiri di dua tebing yang tidak bersentuhan. Melintasi waktu dengan berdiam di atas tikar iman yang mulai kusam, sambil memandang lalu lalang berbagai bentuk keinginan diri yang meloncat melesat liar kesana kemari. Dinding-dinding pemahaman realita masih belum mampu membatas gaduhnya setan-setan sendiri yang menggelitik genit mempermainkan bulu-bulu halus keyakinanku. Terlalu banyak jentikan lentik menghadang di tikungan-tikungan tafakur ini, dan kepalaku seperti diayun-ayun gelisah yang sangat serakah.

Berapa lama lagikah aku tenggelam di genangan lagumu?

Pardon me, this is just a moron story and actually I am not talking about anything .