Bangsa Paling Bahagia?

 

Sebuah survei yang dilansir The Economist menunjukkan bahwa orang Indonesia paling bahagia dibandingkan masyarakat di negara lain saat krisis ekonomi melanda sebagian besar negara di dunia. 
Hasil survei dilakukan oleh sebuah lembaga riset Ipsos Global yang diterbitkan awal Februari lalu menitikberatkan pada kategori "bahagia" dan "sangat bahagia." Melibatkan 18.687 responden dewasa dari 24 negara dunia, Indonesia masuk dalam posisi teratas dalam kategori negara yang sangat berbahagia. 

 
Pertanyaannya, benar-benarkah hasil survey tersebut mewakili perasaan orang Indonesia yang sebenarnya? Berbagai tanggapan muncul ke permukaan, ada yang mencurigai hal tersebut adalah upaya dari rezim yang berkuasa untuk melakukan pencitraan, ada yang mencemooh karena tidak percaya, dan banyak juga yang bersyukur karena bangga ternyata bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling bahagia sedunia.


Apa pun tanggapan yang muncul, untuk mengetahui akurat tidaknya hasil survey tersebut kita bisa mencoba menelaah pola pikir bangsa kita. Kita toh sama-sama mengetahui dan merasakan apa-apa yang terjadi di negeri ini. Bencana alam, masalah perburuhan, keterbatasan lapangan kerja, layanan masyarakat yang tidak memenuhi kelayakan, gap kaya - miskin yang semakin lebar, ditambah iklim politik yang semakin hari semakin berhiaskan aroma KKN, dekadensi moral, dan lain-lain. Namun ketika diadakan survey lha koq ternyata hasilnya tak terduga sama sekali! Bangsa Indonesia adalah “Bangsa yang paling Berbahagia Sedunia”.
Gila..!! Ini ngolok-olok atau menghina??!!
Ada apa gerangan dengan bangsa ini, atau jawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan survey itu bohong-bohongan saja? Jadi, seperti melakukan kebohongan berjamaah gitu?!! Nggak masuk akal khan? Lantas apa sebenarnya yang ada dalam benak bangsa Indonesia ini?


Tapi nanti dulu, bukankah "BAHAGIA" itu ukurannya bukan harta saja khan? 
Dan di dalam bangsa ini punya yang dinamakan sikap “nerimo” yang berarti pasrah. Pasrah seperti apa? Pasrah ketika berhadapan dengan kuasa alam atau sesuatu peristiwa yang sifatnya makro dan diluar jangkauannya. Pasrah seperti ini salah satunya adalah tersirat dalam ujar-ujar berikut ini :

“Sepira gedening sengsara yen TINAMPA hamung dadi pancoba.”


Terjemahan bebasnya : "Kesengsaraan tidak akan menjadi berat jika DITERIMA hanya sebagai sebuah cobaan"

Catatan ini sengaja saya tulis selain untuk mencoba mengurai kegalauan saya akan hasil survey yang “seperti mengolok-olok” itu, juga sebagai jawaban dari pertanyaan seorang kawan, ketika menyaksikan begitu banyak bencana bertubi-tubi menghantam sendi-sendi kehidupan bangsa kita ini, kawan saya itu bertanya, “ Bencana-bencana ini sebetulnya PERINGATAN, COBAAN atau HUKUMAN bagi bangsa kita?”

Tentu saja tidak ada yang mampu menjawab secara pasti jika yang ditanyakan adalah tujuan diadakannya bencana-bencana itu oleh Yang Maha Menciptakan. Manusia hanya bisa meruntut pengetahuan tentang bencana dari kronologi-kronologi dan sebab-sebab alamiah yang mengarahkan atau menjadi sebab terjadinya bencana tersebut. Namun jika ternyata ada suatu “Super Kehendak” dibalik bencana itu, tentunya hanya Yang Maha Berkehendak yang mengetahuinya.

Back to topic..!
Dalam mengarungi hidup ini kita semua pasti pernah tertimpa suatu musibah, kemalangan atau kesengsaraan, apa pun bentuknya, dan setiap orang juga berbeda-beda cara menerimanya / mensikapi / memandang sebuah musibah yang menimpa dirinya. Bencana atau Kemalangannya tetap terjadi seperti apa adanya, namun dengan menganggapnya sebagai suatu cobaan hidup, maka si manusia itu tidak terjebak ke dalam perasaan pesimistis yang berlebihan. Hal tersebut tentunya menciptakan suasana perasaan yang tidak terlalu kecewa dan terpuruk. “Aah... itu semua hanya cobaan untuk kita, mari kita perbaiki hal-hal yang salah dimasa lalu”. Sikap pasrah seperti ini dapat meringankan tekanan perasaaan (depresi) akibat dari suatu bencana atau musibah, bahkan di dalamnya terkandung sikap-sikap optimistis untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di masa lalu. 

Terlepas dari pro dan kontra dengan sikap pasrah seperti itu (karena ada juga yang bilang sikap seperti itulah yang membikin kita tidak maju-maju), ternyata sikap seperti itulah yang menjadi pegangan bangsa kita untuk menghadapi dan melewati krisis apa pun yang menimpa bangsa ini.

Akhirnya pola pikir kebanyakan masyarakat kita yang mengganggap Bencana atau musibah sebagai COBAAN hidup menjadi sangat erat kaitannya dengan hasil Survey tentang kebahagiaan itu, karena keduanya berkisar pada masalah PERASAAN semata! Bukan kuantitas materi yang menjadi parameternya. Contoh kasusnya adalah, ada orang yang secara materi kaya raya namun tidak bahagia, namun sebaliknya ada orang-orang yang secara materi tidak kaya namun mempunyai perasaan yang bahagia.
Sehingga bisa jadi karena sikap-sikap seperti itulah bangsa ini tidak gampang depresi, terus kalo seandainya ditanya "Anda bahagia atau tidak saat ini?"  walau pun mungkin secara materi serba kekurangan maka jawabnya "Bahagia" melulu.

Termasuk orang yang berbahagiakah anda saat ini? ( sorry ini edisi asal update, daripada kelamaan hibernasi )